Selasa, 25 Maret 2014

Cerpen Pertempuran Laut Aru



Yogyakarta, 19 Desember 1961. Presiden Soekarno geram. Belanda ngotot dan bersikap arogan untuk tetap bercokol di Irian Barat. Padahal pasca ‘pengakuan’ kedaulatan 1949, telah ada kesepakatan bahwa bumi Tjendrawasih akan diserahkan kepada Indonesia.
Presiden mengumandangkan Komanda Pembebasan Irian Barat Tri Komando Rakyat (Trikora), yang berisi:
· Pertama, Gagalkan pembentukan Negara Papua.
· Kedua, Kibarkan bendara Marah Putih di bumi Irian Barat.
· Ketiga, Perintah mobilisasi.


            Tidak ada itikad baik dari Kerajaan Belanda terhadap diplomasi Pemerintah Indonesia yang dilakukan sejak 1950. Mereka malah memperkuat militernya di Irian Barat. Tindakan ini dijawab dengan membeli persenjataan secara massal dari Uni Sovyet untuk memperkuat APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia).
Semasa perang kemerdekaan Indonesia, Angkatan Laut Belanda melakukan blokade secara total terhadap wilayah Republik. Dengan demikian bisa dimaklumi, meskipun pada saat itu Martadinata menghadapi kendala kelangkaan dana dan daya, namun dia telah berfikir jauh ke depan. Ia sudah mengantisipasi datangnya peluang dengan kapal cepat untuk bisa menerobos blokade lawan, sebagai salah satu upaya untuk tetap bisa mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara.

            Pada siang itu, selesai menghadiri rapat di Istana, Martadinata (seorang pelaut profesional) langsung mengumpulkan seluruh anggota Staf Operasi MBAL (Markas Besar Angkatan Laut). Dengan kalimat jernih, kepada semua stafnya, dia mengungkapkan hasil rapat di Istana. "Presiden / Panglima Tertinggi baru saja memerintahkan untuk segera dilakukan infiltrasi, mendaratkan pasukan untuk masuk ke wilayah Irian Barat...", Menurut Martadinata, sambil menunggu perintah Bung Karno, infiltrasi tersebut akan dilakukan oleh satu kompi pasukan angkatan darat, terdiri dari para putera daerah asal Irian. Pasukan yang bakal dikategorikan sebagai sukarelawan termasuk sebelumnya sudah melakukan latihan militer dengan cukup intensif. Sesuai perintah Panglima Tertinggi, infiltrasi akan dilakukan melalui laut, tanggal 15 Januari pukul 24.00, dengan sasaran wilayah di arah Selatan Kaimana, di sekitar Vlakke Hoek.

            Dengan cepat melirik Sudomo, Martadinata langsung menambahkan, "Siapkan material dan personil untuk menunjang Operasi tersebut", Letnan Kolonel Sudomo, Kepala Direktorat Operasi dan Latihan MBAL, segara menjawab dengan singkat, "Siap Pak, kami laksanakan". Sudomo sama sekali tidak heran dengan datangnya keputusan rapat semacam itu. Dalam benaknya masih segar ingatan mengenai suasana pada tanggal 19 Desemher 1961, kurang dua Minggu sebelum rapat di MBAL ini berlangsung. Di depan rapat raksasa Alun-alun Utara Yogyakarta, Presiden / Panglima Tertinggi baru saja mengumandangkan Trikora.
Pada saat itu Sudomo merasa yakin, rapat yang baru saja diikuti oleh Men/Pangal, merupakan salah satu bentuk penjabaran dalam pelaksanaan Trikora. Terutama, sesudah dia juga menyadari, pada tanggal 2 Januari 1962, lewat Surat keputusan Presiden No. I tahun 1962, Bung Karno telah menunjuk Mayor Jenderal Soeharto untuk memegang Jabatan Panglima Komando Mandala. Sesudah menerima perintah dari Men/Pangal untuk mempersiapkan perintah operasi, Letkol Sudomo kemudian menyelenggarakan rapat staf. Dalam rapat tersebut dibahas berbagai macam alternatif. Menurut kajian, Kapal Cepat Torpedo (KCT) Motor Torpedo Boat (MTB) yang dibeli dari Jerman. Barat. Empat dari delapan KCT itulah yang kemudian dipilihnya sebagai kapal pengangkut infiltran. Rapat segera dibubarkan dan Sudomo langsung melaporkan hasilnya kepada Deputi I Angkatan Laut, Komodor Yosaphat Soedarso, rekan satu kelas semasa mengikuti pendidikan Sarangan. 

            ”Lapor, karena tidak ada perwira yang berminat untuk menjabat Komandan Satgas KCT, mohon izin, saya sendiri memimpin satgas ini," kata Sudumo tegar. Jawaban langsung diberikan Yos Soedarso, "Kalau kau berangkat, saya juga akan ikut berangkat". 
            Dalam kondisi hati yang berantakan, Jos dipanggil Presiden Soekarno ke Jakarta. Brigjen (pur) Ben Mboi mencatat kutipan laporan Kolonel Soedarto tentang informasi itu. Ben Mboi bilang, terjadi perseteruan antara Bung Karno dan Jos Soedarso. Bung Karno menawarkan jabatan untuk Yos. Perwira yang dikenal karismatik di kalangan anak buahnya tersebut bersedia dengan satu syarat: Bung Karno harus mengizinkan Jos memberantas korupsi di lingkungan istana. Kontan Pemimpin Besar Revolusi itu tersinggung. Kemarahannya memuncak ketika dapat laporan bahwa ALRI belum siap tempur merebut Irian Barat. Perang untuk membebaskan wilayah tersebut dari genggaman Belanda itu memang berciri naval campaign. Dengan demikian, kesiapan AL adalah mutlak. Misalnya, untuk mengangkut pasukan. Menurut Jos, melihat kesiapan militer ALRI, maka perang paling cepat baru bisa dilakukan pada Juni 1962. Dalam otobiografinya, Brigjen (pur) Ben Mboi mencatat percakapan antara Bung Karno dan Komodor Jos Soedarso.
            ”Sebelum bulan Juni apa tidak bisa?”, tanya Bung Karno.”Tidak bisa”, jawab Yos.”Tidak bisa apa tidak berani?”, tanya Bung Karno lagi. ”Tidak bisa”, sergah Yos. ”Tetapi berani?” tanya Bung Karno lagi, untuk memastikan. ”Berani”, jawab Yos dengan tegas.”Buktikan!”, tantang Bung Karno. ”Ini perintah atau sekadar menantang?”, tanya Yos kemudian.”Perintah Presiden.”, jawab Bung Karno. ”Paduka Yang Mulia, saya siap. Akan segera saya kerjakan.”, jelas Yos.
            Jos mengambil sikap sempurna, memegang tongkat komando di tangan kiri, lalu memberikan hormat militer kepada Bung Karno. Sudomo masih tetap berupaya agar Komodor Yos Soedarso tidak usah ikut berlayar. Saya ingatkan tugas kita hanya mengantar para infiltran sampai di daerah sasaran. Tetapi sayang beliau tetap menolak. Malahan minta agar dirinya di satukan dengan unit infiltran, pasukan ini harus mencapai pantai Irian dengan memakai perahu karet. Atas pertimbangan tersebut, maka Sudomo kemudian menempatkan Yos Soedarso di Rl Matjan Tutul bersama para infiltran. Sementara dirinya dengan Moersjid dan Roedjito naik RI Harimau. Belakangan baru Sudomo tahu, keinginan Yos Soedarso untuk bisa ikut mendarat, didorong oleh tekadnya dalam memenuhi perintah Trikora dari Bung Karno. Khususnya bagian, kibarkan Bendera Merah Putih di bumi Irian. “Beliau sudah membawa bendera dari Jakarta, untuk bisa ditancapkan di Irian. Selanjutnya, beliau juga ingin mengambil sebongkah tanah Irian untuk di serahkan kepada Bung Karno”.
            Akhirnya, awal Januari 1962, Jos ikut operasi ke Irian Barat. Ia menumpang motor torpedo boat (MTB), kapal cepat ALRI. Operasi penyusupan pasukan ke Irian Barat tersebut dilakukan dengan tiga MTB milik ALRI. Yakni, KRI Matjan Tutul, KRI Harimau, dan KRI Matjan Kumbang. Operasi ini dipimpin oleh Kolonel Pelaut Soedomo. Yos berada di KRI Matjan Tutul yang dikomandani oleh Kapten Laut (P) Wiratno. Yos adalah perwira yang keras hati. Ia membawa bendera merah putih untuk ditancapkannya sendiri di bumi Irian, sebagaimana janjinya kepada Bung Karno.
            Kolonel Sudarto pun merasa gundah karena gosip perseteruan itu telah menyentuh pribadi Bung Karno. Hal ini diceritakan Sudarto kepada Ben Mboi, yang merupakan dokter AD. Sudarto sampai marah sambil berkata keras,“Ada pengkhiatan. Ben Mboi, pengkhiatan tingkat tinggi”. Seperti diketahui, KRI Matjan Tutul menjadi korban dalam pertempuran Laut Aru pada 15 Januari 1962. Dua KRI lainnya selamat. Sebelum pertempuran terjadi, Letnan Suprapto melihat Komodor Jos sedang berdoa di kamarnya. Jos sempat bertanya, ”Sudah berdoa malam?”
            Pukul 21.50 Sudomo memerintahkan ketiga MTB putar haluan menuju arah 239 derajat dan menghindar secepat-cepatnya, untuk bisa kembali ke pangkalan. Nyaris secara serentak, ketiga kapal tersebut cikar kanan, menuju haluan 239 derajat. RI Harimau dengan kecepatan tinggi melampaui lambung kiri Matjan Kumbang, merubah haluan ke 239 derajat. Tetapi sementara itu, dengan mengejutkan, Matjan Tutul Justru memakai kekuatan penuh, lewat sebelah kanan Matjan Kumbang dan malahan langsung mengambil haluan 329 derajat. Haluan ini justru mengarah ke posisi Hr. Ms. Evertsen. "Saya juga segera memerintahkan, kapal untuk langsung cikar kanan, sesuai perintah komandan STC IX, tetapi mendadak kemudi macet. Akibatnya kapal tak bisa ke depan, tetapi langsung berputar membuat lingkaran besar. Dalam situasi kritis ini, saya sangat terkejut, ketika justru disalip oleh Matjan Tutul dengan cepat kata Sidhoparomo, Matjan Kumbang baru bisa mengarah ke haluan yang benar, 239 derajat, setelah mereka memanfaatkan kemudi darurat di buritan kapal. Serangan yang kedua oleh Neptune di ulang pada pukul 22.02.

            Tembakan peluru suar menerangi seluruh cakrawala, dilanjutkan dengan tembakan roket mengarah ke formasi STC IX, tetapi tidak ada yang mengenai sasaran. Tiga menit kemudian, begitu melihat bayangan pesawat terbang di atas formasi "Saya langsung perintah tembakan ke sasaran" kata Sidhopramono. Kedua meriam penangkis serangan udara 40 mm dan kedua senapan mesin 12,7 mm menyalak serentak. Pada pukul 22.07 Hr. Ms. Evertsen pertama kali memuntahkan peluru Meriam 12 cm kepada Matjan Tutul karena diduga akan mengadakan serangan torpedo karena haluan 329 derajat yang mengarah kepadanya.

            Pukul 22.08 terdengar lewat radio, perintah legendaris dari Komodor Yos Soedarso, "KOBARKAN SEMANGAT PERTEMPURAN!”
            Serentak dengan itu, tembakan dari kedua senjata 40 mm Matjan Tutul di arahkan langsung ke Hr. Ms. Evertsen. Tembakan yang memang sia-sia, karena letak sasaran berada jauh di luar jangkauan. Nampaknya pada saat itu, Yos Soedarso sudah mengambil alih pimpinan Matjan Tutul dari tangan Kapten Wiratno. Pukul 22.10, sebuah tembakan Evertsen tepat mengenai buritan Matjan Tutul. Terjadi kebakaran kecil yang segera berhasil dipadamkan. Saat itu Matjan Tutul berganti haluan ke kiri, mengarah 239 derajat. Melihat manuver tersebut, Evertsenjuga putar haluan ke kanan, ke haluan sejajar 239 derajat sambil terus menghujani Matjan Tutul dengan tembakan Meriam 12 cm. 

            Pukul 22.30, tembakan tepat kedua dari Evertsen mengenai bagian tengah Matjan Tutul. Kapal terlihat meledak, penumpangnya berhamburan di antara kobaran api yang sangat besar. Pukul 22.35, tembakan Evertsen sekali lagi tepat kena anjungan RI Matjan Tutul, Kapal tersebut berhenti bergerak, dan pukul 22.50 mulai tenggelam ke dasar laut. Sepuluh menit kemudian, Evertsen melanjutkan pengejaran dan terus menghujani RI Harimau dengan siraman tembakan selama satu jam. Untung, tak satu pun peluru kena sasaran. "Saya alumni sekolah Artileri Angkatan Laut Belanda, Kursus pengendalian tembakan (Vuurleider Cursus). Maka saya tahu bagaimana caranya menghindari tembakan artileri kapal Belanda.

            Sampai akhirnya pada sekitar pukul 23.45, Evertsen tak lagi melakukan pengejaran..." Saat itu pula Sudomo dengan sigap segera mengirim kawat ke MBAL di Jakarta. Ia memohon agar pihak MBAL secepatnya meminta bantuan MBAU untuk mengirim pesawat pembom AURI. "Saya minta mereka membom saja kapal-kapal Belanda yang sedang mengejar tersebut, karena jelas mereka semua sudah masuk ke dalam wilayah teritorial perairan Indonesia". Menurut Men/Pangal Martadinata kawat tersebut memang sampai ke Jakarta dan diteruskan ke MBAU, namun tampaknya Angkatan Udara ada kesukaran teknis operasional untuk dapat memenuhi permintaan yang sifatnya mendadak dan tidak terencana sebelumnya. 
            Beberapa jam kemudian, KRI Matjan Tutul dihujani tembakan membabi buta oleh dua kapal destroyer milik Belanda.Yos malah mengambil keputusan agar KRI Matjan Tutul menjadi tumbal supaya dua KRI lainnya selamat. Seorang awak yang selamat sempat mengaku melihat Jos memegangi kepalanya yang bercucuran darah dengan handuk. Jos masih sempat memberikan perintah kepada dua KRI lainnya. ”Kobarkan semangat pertempuran. Matjan Tutul tenggelam secara gentleman and brave,” ujar Yos dalam radio komunikasi kepada dua KRI lainnya.

            Satu per satu pahlawan ALRI gugur. Di antaranya, Komodor Yos Sudarso Kapten Wiratno, Kapten Memet Sastrawiria, Letnan Dua Tjiptadi, dan Kopral Soetrisno. Semuanya adalah pahlawan dalam pertempuran yang kelak diperingati sebagai Hari Dharma Samudra tersebut.

~Wind

0 komentar:

Posting Komentar