Hai hujan, nampaknya akhir-akhir ini kita sering berjumpa. Ya, aku memang sering menemukanmu sepulang sekolah, tentunya bersama angin.
Terkadang aku iri, melihatmu, melihat kalian, hujan dan angin.
Tak pernah aku melihatmu tanpa angin, ketika kamu datang, tak jauh disana, ada
angin yang berhembus, ada angin yang selalu
menyibakkan bau tanahmu ke lubang hidungku, ada angin yang
selalu mendukungmu dan menemanimu kemana saja kau pergi. Ah, bau
tanahmu,rintikanmu, awan mendungmu, dan semua yang kamu timbulkan
mengingatkanku pada masa-masa lampauku.
Ya, itu hanya masa lampauku, namun entah kenapa otakku tak
bisa menghapusnya meskipun telah beribu memori yang mengerubunginya. Aku selalu
ingat saat aku dan dia, yang bisa disebut “kita” (dulu), saat menerobos hujan
dan angin yang sedang melawan kita bersama, saat menunggu amarah hujan dan
angin reda, dan saat menikmati hujan dan angin yang sedang bercanda tawa.
Ah, kenangan lampau itu tak bisa membuatku nyaman, dia selalu
saja menghantuiku saat hujan dan angin tiba, dan aku iri saat mereka selalu bersama. Meskipun angin
bisa berhembus tanpa hujan, tapi hujan seperti tak bisa tanpa angin. Sama
halnya sepertiku, meskipun semua itu tidak bisa dibilang sama. Kadang aku
seperti angin, kadang juga sepertimu, hujan. Aku bisa tanpa dia,hari-hariku
selalu kujalani tanpanya, namun aku tak bisa membohongi hati kecilku, selalu
saja ada perasaan yang entah mengapa ingin aku dan dia layaknya hujan dan angin.
Dan sepertinya, kita tak bisa seperti hujan dan angin, karena sampai
sekarang pun aku masih menjadi gantungan yang kaujemur dan tak kunjung kering~
Wind~
0 komentar:
Posting Komentar