Aku pulang terlambat. Senja sudah lewat
dan gelap telah menyelimuti Malang seperti kerudung hitam bela sungkawa. Yang
lebih parah, aku lupa menelepon ke rumah, memberi tahu Ibuku bahwa aku mampir
ke rumah Ifiy, temanku. Rumahku di Suhat, sedangkan rumah Ifiy dan sekolahku di
Blimbing, jarak yang cukup jauh untuk ditempuh karena aku menaiki Angkutan Umum.
Ifiy, temanku yang biasa disebut oleh teman-teman seperti kembaranku ketika
kami sedang berjalan berdua di sekolah, adalah teman sekelasku yang akhir-akhir ini aku kenal karena sering terjadi kesamaan di antara kita, mulai dari hobby membacanya hingga jalan pikiran kita yang selalu sama. Dan dari situlah awal aku mengenalnya, yang hanya beberapa bulan ini.
Ifiy, temanku yang biasa disebut oleh teman-teman seperti kembaranku ketika
kami sedang berjalan berdua di sekolah, adalah teman sekelasku yang akhir-akhir ini aku kenal karena sering terjadi kesamaan di antara kita, mulai dari hobby membacanya hingga jalan pikiran kita yang selalu sama. Dan dari situlah awal aku mengenalnya, yang hanya beberapa bulan ini.
"Waktu kamu kayak aku dulu, apa yang
kamu lakukan?" tanya Viya, yang juga teman sekelasku dan Ifiy, saat kami
sedang berada di rumah Ifiy. Dia memang sedang mengalami suatu masalah dengan
cowoknya, yang kala itu tak beda jauh dengan apa yang pernah Ifiy dan Aku
alami.
"Aku cuman bisa pasrah waktu
mendengarnya, tapi saat aku melihat dia dengan kekasihnya, aku hanya bisa
bungkam dan mencoba pergi karna hati dan jiwaku tak bisa diajak kompromi,
mereka saling beradu." jawabku.
"Yah, mungkin saat ini aku hanya bisa
pasrah, sama sepertimu, tapi aku nggak bisa ngerasain apa yang kamu rasain
waktu melihat mereka berdua, karna aku belum diberi kesempatan untuk
melihatnya." ujar Viya.
"Waktu itu aku hanya bisa diam
mendengar berita itu, dan melamun, tak pernah membayangkan saat memoriku
memutar kenangan tentang aku dan dia dulu, dan seketika ada tombak yang menghantamnya
dengan dahsyat yang membuat pikiranku hancur tak karuan." jawab Ifiy
tentang perasaanya dulu.
"Ya, apa yang aku rasakan ini emang
nggak beda jauh sama apa yang kalian rasakan. Saat aku melamun, mengingat
(dulu) sewaktu kita bersama, tiba-tiba ada beberapa butiran kristalku terjatuh
dari kelopak mataku, awalnya aku bersikap biasa, mungkin bisa dibilang acuh tak
acuh, namun setelah butiran kristalku jatuh, entah kenapa ada rasa sakit yang
menyelimuti hatiku." tanggapan Viya waktu itu dengan raut mukanya yang
menampakkan kesedihan.
"Mungkin apa yang kita rasakan kepada
mereka itu udah Mati Rasa karena kita terlalu menyayangi
mereka sehingga perasaan itu menjadi pudar dan biasa, layaknya kita dengan
kakak sendiri, namun ketika mereka pergi rasa sakit dan sedih yang amat
mendalam membuat kita mematung pasrah karenanya dan hanya tangislah yang bisa
meluapkan itu, percayalah Tuhan memberi cobaan kepada hamba-Nya yang kuat,
Tuhan pasti punya rencana yang lebih baik. " kata Ifiy.
"Ya, perpisahan adalah awal dari
pertemuan, ada seseorang yang menyambut kita di depan sana. Ada saatnya
kita mendapatkan sesuatu dan ada saat nya juga kita kehilangan sesuatu"
lanjutku.
"Dan kita harus buktikan, tanpa
mereka kita bisa, bisa menjadi sosok yang lebih baik, karena hidup nggak cuman
buat soal cinta, masih ada hal yang lebih penting daripada cinta. Bangkit
secara perlahan memang sulit, tapi apa salahnya kalau dicoba, kalian aja bisa,
aku juga harus bisa" lanjut Viya. Kami pun tertawa dan melanjutkan
perbincangan kami dengan cerita masing-masing.
Terima kasih Tuhan, Engkau memang Maha
Pengasih, telah memberikanku pikiran yang lebih dewasa dari yang lampau serta memberiku
sosok teman sekaligus guru percintaanku yang sependapat denganku, yang
lebih dewasa dariku. Yang sedang (bersama-sama) mencari sosok rindunya lagi,
yang sempat hilang dan sosok yang bisa membuat Mati Rasa (lagi). Dan jika saat
ini ada yang bertanya, "Siapa sosok yang telah membuatmu Mati Rasa?"
maka aku akan menjawab "Dia", sosok yang (mungkin) kelak akan membaca
tulisanku ini dan (mungkin) berfikiran bahwa ini hanya sebuah tulisan (fiksi)
yang konyol. Terima Kasih, atas semua pelajaran yang kauberi.
Sosokmu yang telah membuatku Mati Rasa, sepertinya tak akan pernah tersingkir dalam otakku.
Sosokmu yang telah membuatku Mati Rasa, sepertinya tak akan pernah tersingkir dalam otakku.
~Wind
ini buat iqbal kan wind yg kamu maksut?
BalasHapusbales dong wind
BalasHapus