Yogyakarta, 19 Desember 1961. Presiden
Soekarno geram. Belanda ngotot dan bersikap arogan untuk tetap bercokol di
Irian Barat. Padahal pasca ‘pengakuan’ kedaulatan 1949, telah ada kesepakatan
bahwa bumi Tjendrawasih akan diserahkan kepada Indonesia.
Presiden
mengumandangkan Komanda Pembebasan Irian Barat Tri Komando Rakyat (Trikora),
yang berisi:
· Pertama, Gagalkan pembentukan Negara Papua.
· Kedua, Kibarkan bendara Marah Putih di bumi Irian Barat.
· Ketiga, Perintah mobilisasi.
· Pertama, Gagalkan pembentukan Negara Papua.
· Kedua, Kibarkan bendara Marah Putih di bumi Irian Barat.
· Ketiga, Perintah mobilisasi.
Tidak ada itikad baik dari Kerajaan Belanda terhadap diplomasi Pemerintah Indonesia yang dilakukan sejak 1950. Mereka malah memperkuat militernya di Irian Barat. Tindakan ini dijawab dengan membeli persenjataan secara massal dari Uni Sovyet untuk memperkuat APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia). Semasa perang kemerdekaan Indonesia, Angkatan Laut Belanda melakukan blokade secara total terhadap wilayah Republik. Dengan demikian bisa dimaklumi, meskipun pada saat itu Martadinata menghadapi kendala kelangkaan dana dan daya, namun dia telah berfikir jauh ke depan. Ia sudah mengantisipasi datangnya peluang dengan kapal cepat untuk bisa menerobos blokade lawan, sebagai salah satu upaya untuk tetap bisa mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara.
Pada siang itu, selesai menghadiri rapat di Istana, Martadinata (seorang pelaut profesional) langsung mengumpulkan seluruh anggota Staf Operasi MBAL (Markas Besar Angkatan Laut). Dengan kalimat jernih, kepada semua stafnya, dia mengungkapkan hasil rapat di Istana. "Presiden / Panglima Tertinggi baru saja memerintahkan untuk segera dilakukan infiltrasi, mendaratkan pasukan untuk masuk ke wilayah Irian Barat...", Menurut Martadinata, sambil menunggu perintah Bung Karno, infiltrasi tersebut akan dilakukan oleh satu kompi pasukan angkatan darat, terdiri dari para putera daerah asal Irian. Pasukan yang bakal dikategorikan sebagai sukarelawan termasuk sebelumnya sudah melakukan latihan militer dengan cukup intensif. Sesuai perintah Panglima Tertinggi, infiltrasi akan dilakukan melalui laut, tanggal 15 Januari pukul 24.00, dengan sasaran wilayah di arah Selatan Kaimana, di sekitar Vlakke Hoek.
Dengan cepat melirik Sudomo, Martadinata langsung menambahkan, "Siapkan material dan personil untuk menunjang Operasi tersebut", Letnan Kolonel Sudomo, Kepala Direktorat Operasi dan Latihan MBAL, segara menjawab dengan singkat, "Siap Pak, kami laksanakan". Sudomo sama sekali tidak heran dengan datangnya keputusan rapat semacam itu. Dalam benaknya masih segar ingatan mengenai suasana pada tanggal 19 Desemher 1961, kurang dua Minggu sebelum rapat di MBAL ini berlangsung. Di depan rapat raksasa Alun-alun Utara Yogyakarta, Presiden / Panglima Tertinggi baru saja mengumandangkan Trikora.
Pada saat itu Sudomo merasa yakin, rapat yang baru saja diikuti
oleh Men/Pangal, merupakan salah satu bentuk penjabaran dalam pelaksanaan
Trikora. Terutama, sesudah dia juga menyadari, pada tanggal 2 Januari 1962,
lewat Surat keputusan Presiden No. I tahun 1962, Bung Karno telah menunjuk
Mayor Jenderal Soeharto untuk memegang Jabatan Panglima Komando Mandala. Sesudah
menerima perintah dari Men/Pangal untuk mempersiapkan perintah operasi, Letkol
Sudomo kemudian menyelenggarakan rapat staf. Dalam rapat tersebut dibahas
berbagai macam alternatif. Menurut kajian, Kapal Cepat Torpedo (KCT) Motor
Torpedo Boat (MTB) yang dibeli dari Jerman. Barat. Empat dari delapan KCT
itulah yang kemudian dipilihnya sebagai kapal pengangkut infiltran. Rapat
segera dibubarkan dan Sudomo langsung melaporkan hasilnya kepada Deputi I
Angkatan Laut, Komodor Yosaphat Soedarso, rekan satu kelas semasa mengikuti
pendidikan Sarangan.
”Lapor, karena tidak ada perwira yang berminat untuk menjabat Komandan Satgas KCT, mohon izin, saya sendiri memimpin satgas ini," kata Sudumo tegar. Jawaban langsung diberikan Yos Soedarso, "Kalau kau berangkat, saya juga akan ikut berangkat".
”Lapor, karena tidak ada perwira yang berminat untuk menjabat Komandan Satgas KCT, mohon izin, saya sendiri memimpin satgas ini," kata Sudumo tegar. Jawaban langsung diberikan Yos Soedarso, "Kalau kau berangkat, saya juga akan ikut berangkat".
Dalam
kondisi hati yang berantakan, Jos dipanggil Presiden Soekarno ke Jakarta. Brigjen
(pur) Ben Mboi mencatat kutipan laporan Kolonel Soedarto tentang informasi itu.
Ben Mboi bilang, terjadi perseteruan antara Bung Karno dan Jos Soedarso. Bung
Karno menawarkan jabatan untuk Yos. Perwira yang dikenal karismatik di kalangan
anak buahnya tersebut bersedia dengan satu syarat: Bung Karno harus mengizinkan
Jos memberantas korupsi di lingkungan istana. Kontan Pemimpin Besar Revolusi
itu tersinggung. Kemarahannya memuncak ketika dapat laporan bahwa ALRI belum
siap tempur merebut Irian Barat. Perang untuk membebaskan wilayah tersebut dari
genggaman Belanda itu memang berciri naval
campaign. Dengan demikian, kesiapan AL adalah mutlak. Misalnya, untuk
mengangkut pasukan. Menurut Jos, melihat kesiapan militer ALRI, maka perang
paling cepat baru bisa dilakukan pada Juni 1962. Dalam otobiografinya, Brigjen
(pur) Ben Mboi mencatat percakapan antara Bung Karno dan Komodor Jos Soedarso.
”Sebelum bulan Juni apa tidak bisa?”,
tanya Bung Karno.”Tidak bisa”, jawab Yos.”Tidak bisa apa tidak berani?”, tanya Bung
Karno lagi. ”Tidak bisa”, sergah Yos. ”Tetapi berani?” tanya Bung Karno lagi,
untuk memastikan. ”Berani”, jawab Yos dengan tegas.”Buktikan!”, tantang Bung
Karno. ”Ini perintah atau sekadar menantang?”, tanya Yos kemudian.”Perintah
Presiden.”, jawab Bung Karno. ”Paduka Yang Mulia, saya siap. Akan segera saya
kerjakan.”, jelas Yos.
Jos mengambil sikap sempurna, memegang
tongkat komando di tangan kiri, lalu memberikan hormat militer kepada Bung
Karno. Sudomo masih tetap berupaya agar Komodor Yos Soedarso tidak usah ikut
berlayar. Saya ingatkan tugas kita hanya mengantar para infiltran sampai di
daerah sasaran. Tetapi sayang beliau tetap menolak. Malahan minta agar dirinya
di satukan dengan unit infiltran, pasukan ini harus mencapai pantai Irian
dengan memakai perahu karet. Atas pertimbangan tersebut, maka Sudomo kemudian
menempatkan Yos Soedarso di Rl Matjan Tutul bersama para infiltran. Sementara
dirinya dengan Moersjid dan Roedjito naik RI Harimau. Belakangan baru Sudomo
tahu, keinginan Yos Soedarso untuk bisa ikut mendarat, didorong oleh tekadnya
dalam memenuhi perintah Trikora dari Bung Karno. Khususnya bagian, kibarkan
Bendera Merah Putih di bumi Irian. “Beliau sudah membawa bendera dari Jakarta,
untuk bisa ditancapkan di Irian. Selanjutnya, beliau juga ingin mengambil
sebongkah tanah Irian untuk di serahkan kepada Bung Karno”.
Akhirnya,
awal Januari 1962, Jos ikut operasi ke Irian Barat. Ia menumpang motor torpedo boat (MTB), kapal cepat ALRI. Operasi
penyusupan pasukan ke Irian Barat tersebut dilakukan dengan tiga MTB milik
ALRI. Yakni, KRI Matjan Tutul, KRI Harimau, dan KRI Matjan Kumbang. Operasi ini
dipimpin oleh Kolonel Pelaut Soedomo. Yos berada di KRI Matjan Tutul yang
dikomandani oleh Kapten Laut (P) Wiratno. Yos adalah perwira yang keras hati.
Ia membawa bendera merah putih untuk ditancapkannya sendiri di bumi Irian,
sebagaimana janjinya kepada Bung Karno.
Kolonel Sudarto pun merasa gundah
karena gosip perseteruan itu telah menyentuh pribadi Bung Karno. Hal ini
diceritakan Sudarto kepada Ben Mboi, yang merupakan dokter AD. Sudarto sampai
marah sambil berkata keras,“Ada pengkhiatan. Ben Mboi, pengkhiatan tingkat
tinggi”. Seperti diketahui, KRI Matjan Tutul menjadi korban dalam pertempuran
Laut Aru pada 15 Januari 1962. Dua KRI lainnya selamat. Sebelum pertempuran
terjadi, Letnan Suprapto melihat Komodor Jos sedang berdoa di kamarnya. Jos
sempat bertanya, ”Sudah berdoa malam?”
Pukul
21.50 Sudomo memerintahkan ketiga MTB putar haluan menuju arah 239 derajat dan
menghindar secepat-cepatnya, untuk bisa kembali ke pangkalan. Nyaris secara
serentak, ketiga kapal tersebut cikar kanan, menuju haluan 239 derajat. RI
Harimau dengan kecepatan tinggi melampaui lambung kiri Matjan Kumbang, merubah
haluan ke 239 derajat. Tetapi sementara itu, dengan mengejutkan, Matjan Tutul
Justru memakai kekuatan penuh, lewat sebelah kanan Matjan Kumbang dan malahan
langsung mengambil haluan 329 derajat. Haluan ini justru mengarah ke posisi Hr.
Ms. Evertsen. "Saya juga segera memerintahkan, kapal untuk langsung cikar
kanan, sesuai perintah komandan STC IX, tetapi mendadak kemudi macet. Akibatnya
kapal tak bisa ke depan, tetapi langsung berputar membuat lingkaran besar.
Dalam situasi kritis ini, saya sangat terkejut, ketika justru disalip oleh
Matjan Tutul dengan cepat kata Sidhoparomo, Matjan Kumbang baru bisa mengarah
ke haluan yang benar, 239 derajat, setelah mereka memanfaatkan kemudi darurat
di buritan kapal. Serangan yang kedua oleh Neptune di ulang pada pukul 22.02.
Tembakan peluru suar menerangi seluruh cakrawala, dilanjutkan dengan tembakan roket mengarah ke formasi STC IX, tetapi tidak ada yang mengenai sasaran. Tiga menit kemudian, begitu melihat bayangan pesawat terbang di atas formasi "Saya langsung perintah tembakan ke sasaran" kata Sidhopramono. Kedua meriam penangkis serangan udara 40 mm dan kedua senapan mesin 12,7 mm menyalak serentak. Pada pukul 22.07 Hr. Ms. Evertsen pertama kali memuntahkan peluru Meriam 12 cm kepada Matjan Tutul karena diduga akan mengadakan serangan torpedo karena haluan 329 derajat yang mengarah kepadanya.
Pukul 22.08 terdengar lewat radio, perintah legendaris dari Komodor Yos Soedarso, "KOBARKAN SEMANGAT PERTEMPURAN!”
Tembakan peluru suar menerangi seluruh cakrawala, dilanjutkan dengan tembakan roket mengarah ke formasi STC IX, tetapi tidak ada yang mengenai sasaran. Tiga menit kemudian, begitu melihat bayangan pesawat terbang di atas formasi "Saya langsung perintah tembakan ke sasaran" kata Sidhopramono. Kedua meriam penangkis serangan udara 40 mm dan kedua senapan mesin 12,7 mm menyalak serentak. Pada pukul 22.07 Hr. Ms. Evertsen pertama kali memuntahkan peluru Meriam 12 cm kepada Matjan Tutul karena diduga akan mengadakan serangan torpedo karena haluan 329 derajat yang mengarah kepadanya.
Pukul 22.08 terdengar lewat radio, perintah legendaris dari Komodor Yos Soedarso, "KOBARKAN SEMANGAT PERTEMPURAN!”
Serentak
dengan itu, tembakan dari kedua senjata 40 mm Matjan Tutul di arahkan langsung
ke Hr. Ms. Evertsen. Tembakan yang memang sia-sia, karena letak sasaran berada
jauh di luar jangkauan. Nampaknya pada saat itu, Yos Soedarso sudah mengambil
alih pimpinan Matjan Tutul dari tangan Kapten Wiratno. Pukul 22.10, sebuah
tembakan Evertsen tepat mengenai buritan Matjan Tutul. Terjadi kebakaran kecil
yang segera berhasil dipadamkan. Saat itu Matjan Tutul berganti haluan ke kiri,
mengarah 239 derajat. Melihat manuver tersebut, Evertsenjuga putar haluan ke
kanan, ke haluan sejajar 239 derajat sambil terus menghujani Matjan Tutul
dengan tembakan Meriam 12 cm.
Pukul 22.30, tembakan tepat kedua dari Evertsen mengenai bagian tengah Matjan Tutul. Kapal terlihat meledak, penumpangnya berhamburan di antara kobaran api yang sangat besar. Pukul 22.35, tembakan Evertsen sekali lagi tepat kena anjungan RI Matjan Tutul, Kapal tersebut berhenti bergerak, dan pukul 22.50 mulai tenggelam ke dasar laut. Sepuluh menit kemudian, Evertsen melanjutkan pengejaran dan terus menghujani RI Harimau dengan siraman tembakan selama satu jam. Untung, tak satu pun peluru kena sasaran. "Saya alumni sekolah Artileri Angkatan Laut Belanda, Kursus pengendalian tembakan (Vuurleider Cursus). Maka saya tahu bagaimana caranya menghindari tembakan artileri kapal Belanda.
Sampai akhirnya pada sekitar pukul 23.45, Evertsen tak lagi melakukan pengejaran..." Saat itu pula Sudomo dengan sigap segera mengirim kawat ke MBAL di Jakarta. Ia memohon agar pihak MBAL secepatnya meminta bantuan MBAU untuk mengirim pesawat pembom AURI. "Saya minta mereka membom saja kapal-kapal Belanda yang sedang mengejar tersebut, karena jelas mereka semua sudah masuk ke dalam wilayah teritorial perairan Indonesia". Menurut Men/Pangal Martadinata kawat tersebut memang sampai ke Jakarta dan diteruskan ke MBAU, namun tampaknya Angkatan Udara ada kesukaran teknis operasional untuk dapat memenuhi permintaan yang sifatnya mendadak dan tidak terencana sebelumnya.
Pukul 22.30, tembakan tepat kedua dari Evertsen mengenai bagian tengah Matjan Tutul. Kapal terlihat meledak, penumpangnya berhamburan di antara kobaran api yang sangat besar. Pukul 22.35, tembakan Evertsen sekali lagi tepat kena anjungan RI Matjan Tutul, Kapal tersebut berhenti bergerak, dan pukul 22.50 mulai tenggelam ke dasar laut. Sepuluh menit kemudian, Evertsen melanjutkan pengejaran dan terus menghujani RI Harimau dengan siraman tembakan selama satu jam. Untung, tak satu pun peluru kena sasaran. "Saya alumni sekolah Artileri Angkatan Laut Belanda, Kursus pengendalian tembakan (Vuurleider Cursus). Maka saya tahu bagaimana caranya menghindari tembakan artileri kapal Belanda.
Sampai akhirnya pada sekitar pukul 23.45, Evertsen tak lagi melakukan pengejaran..." Saat itu pula Sudomo dengan sigap segera mengirim kawat ke MBAL di Jakarta. Ia memohon agar pihak MBAL secepatnya meminta bantuan MBAU untuk mengirim pesawat pembom AURI. "Saya minta mereka membom saja kapal-kapal Belanda yang sedang mengejar tersebut, karena jelas mereka semua sudah masuk ke dalam wilayah teritorial perairan Indonesia". Menurut Men/Pangal Martadinata kawat tersebut memang sampai ke Jakarta dan diteruskan ke MBAU, namun tampaknya Angkatan Udara ada kesukaran teknis operasional untuk dapat memenuhi permintaan yang sifatnya mendadak dan tidak terencana sebelumnya.
Beberapa
jam kemudian, KRI Matjan Tutul dihujani tembakan membabi buta oleh dua kapal destroyer milik Belanda.Yos malah mengambil
keputusan agar KRI Matjan Tutul menjadi tumbal supaya dua KRI lainnya selamat.
Seorang awak yang selamat sempat mengaku melihat Jos memegangi kepalanya yang
bercucuran darah dengan handuk. Jos masih sempat memberikan perintah kepada dua
KRI lainnya. ”Kobarkan semangat pertempuran. Matjan Tutul tenggelam secara gentleman and brave,” ujar Yos
dalam radio komunikasi kepada dua KRI lainnya.
Satu
per satu pahlawan ALRI gugur. Di antaranya, Komodor Yos Sudarso Kapten Wiratno,
Kapten Memet Sastrawiria, Letnan Dua Tjiptadi, dan Kopral Soetrisno. Semuanya
adalah pahlawan dalam pertempuran yang kelak diperingati sebagai Hari Dharma
Samudra tersebut.
~Wind
0 komentar:
Posting Komentar