Seorang facebooker ngasih status ‘:(’ di wall-nya. Tak lama, facebooker lain langsung kasih comment, ‘lagi galau yaa…!’. Sementara di belahan dunia maya lain, salah satu tweeps mendadak nge-tweet puisi yang mendayu-dayu di statusnya. Tak lama, berondongan respon masuk yang mempertanyakan kegalauannya.
Hare gene, penghuni dunia maya lagi keranjingan virus galau. Lagi sedih diputusin pacar, dibilang galau. Lagi marah ngeliat pacar selingkuh dua lingkuh, dibilang galau. Lagi gak dapet perhatian dari pujaan hati, diledekin galau. Apalagi social media udah jadi corong ekspresi kawula muda. Walhasil, curcol alias curhat colongan yang memenuhi dinding facebook atau memadati kicauan tweeter tak bisa dibendung. Status galau pun merajalela.
Nggak tahu deh pastinya sejak kapan kosakata ‘galau’ marak di dunia maya. Tapi yang jelas, ‘Galau’ sepertinya sudah menjadi keluhan wajib facebookers dan tweeple. Dan mungkin karena terlampau seringnya, akhirnya jadi trend. Padahal sebenarnya pengertian kata ‘Galau’ itu mengarah ke sikap negatif. Sayangnya, ketika menjadi semacam trend, banyak remaja yang merasa bangga melabeli dirinya generasi ‘Galau’ tanpa cari tahu artinya. Persis, sebelumnya ketika ada istilah ‘Alay’, ‘Lebay’, ‘Funky’, maka istilah yang berkonotasi negatif itu, malah jadi sebuah kebanggaan. Hemm…bener juga kale ya, kata para dalang itu kalo bumi ini sudah gonjang-ganjing alias kebolak-balik.
Driser, istilah galau menurut beberapa referensi yang ada, menunjukkan ke persepsi negatif. Coba perhatikan definisi galau menurut KBBI, yaitu di halaman 407 Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi IV (2008), “galau” berarti kacau (tentang pikiran); “bergalau” berarti (salah satu artinya) kacau tidak karuan (pikiran); dan “kegalauan” berarti sifat (keadaan hal) galau. Di dalam Google Translate dan buku Kamus Indonesia-Inggris John M. Echols dan Hasan Shadily, bahasa Inggris galau adalah hubbub dan confusion. Artinya, galau lebih dekat dengan suasana pikiran yang tengah bingung. Menurut situs arti-kata.com, ber·ga·lau adalah sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak keruan (pikiran).
Nah, apapun arti atau definisi galau, yang pasti kita dengan mudah mendeteksi kehadiran para galauers di dunia maya. Ciri-cirinya adalah self sentris alias doyan mengeluh atau ngomongin dirinya sendiri atau getol mengumbar masalah pribadinya ke publik atau rajin update banyak status dalam waktu singkat atau aktif curcol di waktu-waktu Indonesia bagian galau yang katanya sekitar jam 22 malem sampe jam 04 pagi. Apakah driser termasuk salah satunya? Hayooo ngaku aja!!
Galau Adalah Produk Sekularisme
Orang merasa bingung (confuse) adalah sebuah kewajaran, suatu hal yang manusiawi. Sama seperti rasa takut-berani, bahagia-sedih, dll. Akan tetapi menjadi tidak manusiawi, ketika kebingungan itu menjadi wabah penyakit epidemi, bahkan jadi semacam karakter yang melekat pada seseorang. Apalagi ketika menghadapi suatu masalah, dia selalu dilema atau bingung. Itu menunjukkan bahwa memang orang yang bingung tersebut tidak punya prinsip hidup yang jelas dalam menghadapi persoalan.
Klop, seperti yang dialami kebanyakan remaja saat ini. Coba liat, saat ngadepin ujian sekolah, daripada pusing, banyak pelajar yang ambil jalan pintas. Mereka memilih untuk bikin contekan, kerjasama saat ujian, atau cari bocoran soal. Dalam menapaki karir atau pekerjaan, maunya yang cepat dan banyak menghasilkan uang. Pilhannya jatuh ke dunia selebriti dengan terlebih dahulu ikut audisi. Kalo lagi ngumpul bareng sohib, nggak mau ketinggalan tren. Kalo temannya aktivis pacaran, tanpa pikir panjang langsung cari gebetan. Kebayang dong kalo orang gak punya prinsip hidup yang jelas, apa aja dijabanin ngikutin hawa nafsunya. Pertimbangan moral atau akhlak udah gak mempan. Bahkan aturan Islam pun dilabrak. Jadi gelap mata bin lupa daratan. Ini menunjukkan bahwa remaja kita adalah generasi galauers.
Ironisnya, virus galau juga menular ke orang dewasa. Bahkan menjadi penyakit galau massal menjangkiti masyarakat kita. Kebingungan masyarakat dalam memberi standar salah-benar atau baik-buruk dalam mensikapi kondisi lingkungan menunjukkan dengan pasti kalo masyarakat sedang galau. Sehingga ketika media memberitakan tentang terorisme yang dikaitkan dengan aktivis gerakan Islam, maka dengan mudahnya masyarakat melakukan generalisasi. Setiap yang berjenggot, celana cingkrang, pakai jubah, atau bercadar dianggap teroris. Ngasal deh!
Kegalauan pribadi maupun masyarakat nggak akan mewabah kalo lingkungan sekitar kita pake aturan hidup Islam sebagai prinsip hidup dalam menilai baik-buruk dan salah benarnya perbuatan. Yang ada sekarang justru lingkungan disterilkan dari aturan hidup Islam. Dengan kata lain, memisahkan pembahasan problem kehidupan dengan Islam, alias sekularisme. Islam hanya dibatasi di pojok-pojok mushola, itupun diambil yang ada kaitannya dengan ibadah ritual saja atau dalam urusan nikah, talak, cerai, rujuk, waris. Diambil yang kira-kira menyenangkan, dipakai ketika sedang suntuk dan diamalkan kalo bisa menenangkan hati.
Padahal Islam itu sejatinya adalah way of life (jalan hidup). Islam adalah dien yang mengatur segala urusan, mulai dari bangun tidur sampai urusan mendengkur, mulai dari urusan sepele sampai yang bertele-tele, mulai dari urusan bangun rumah sampai bangun negara. Semuanya diatur dalam Islam. Komplit..plit..plit!
Jangan Ada Galau Diantara Kita
Driser, rasa galau itu ngetemnya dalam hati dan pikiran, tentu saja kalau disepelekan akan berakibat buruk. Akibat lanjutan bagi orang yang sedang galau (bingung, confuse) adalah futur (down), lupa diri, lupa daratan, sampe lupa makan yang selanjutnya bisa bikin pengidapnya kehilangan arah dan tujuanhidup. Kaya orang linglung gitu.
Ketika seseorang bingung cari jalan keluar dari masalah yang tengah dihadapi, itu tandanya doi belum punya prinsip (idealisme) hidup yang yahud. Padahal idealisme hidup yang lahir dari cara pandang (mindset) dia terhadap kehidupan itu penting banget buat panduan menyelesaikan setiap masalahnya. Seorang remaja yang punya prinsip hidup dagadu: muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga, bisa jadi masa mudanya banyak dipake untuk mengejar kesenangan dunia yang tak ada habisnya.
Idealisme itu ibarat darah yang senantiasa mengalir dalam tubuh kita. Bicara idealisme, adalah bicara tentang hidup dan mati, tentang harga diri, tentang sikap, dan tentang tujuan dan target kita dalam hidup ini. Bayangin aja, kalo orang sama sekali nggak punya idealisme, hidupnya bakal penuh kegalauan. Ibarat orang bepergian tapi nggak tahu tujuannya harus pergi ke mana. Dijamin bekal, waktu, tenaga, dan pikirannya bakal habis gak karuan. Idealisme itu ibarat “nyawa” dalam kehidupan kita. Bisa kita bayangkan sendiri, bahwa ketika kita nggak punya tujuan yang hendak dicapai, rasanya garing banget hidup ini.
Dengan memiliki idealisme, tujuan hidup kita jadi terarah, memiliki target yang jelas, dan pasti punya dorongan kuat dalam mewujudkan segala impian mulia yang jadi tujuan hidupnya. Dan itu berarti menuntut sebuah perjuangan dan pengorbanan. Rintangan seberat apapun akan dianggap sebagai sebuah tantangan yang kudu ditaklukkan. Maju terus pantang kabooor!
Cegah Galau Dengan Dakwah
Nggak bisa dipungkiri kalo masyarakat kita tengah terjangkit virus galau. Cengkeraman aturan kapitalis sekuler yang dipake negara makin menjauhkan masyarakat dari ajaran Islam. Masyarakat digiring untuk menjadikan untung –rugi dari sisi materi sebagai tolok ukur dalam menilai perbuatan. Standar halal dan haram dianggap udah kadaluarsa. Ujung-ujungnya, masyarakat makin galau kalo udah disodorin aturan Islam untuk ngatur hidupnya biar sejahtera. Masihkah kita cuekin kondisi ini?
Ooooh….tentu tidaaak! Sebagai muslim, udah seharusnya kita peduli dengan urusan kaum Muslimin. Kalo kita santai-santai aja alias cuek bebek terhadap kondisi di atas, maka patut dipertanyakan keislaman kita. Rasul ngingetin kita dalam sabdanya: “Barang siapa yang bangun pagi hari, ia hanya memperhatikan masalah dunianya, maka orang tersebut tidak berguna apa-apa di sisi Allah; dan barang siapa yang tidak pernah memperhatikan urusan kaum muslimin yang lain, maka mereka tidak termasuk golonganku” (HR Thabrani dari Abu Dzar Al Ghifari).
So, setelah kita care, peduli akan nasib kaum muslimin, yang kita lakukan berikutnya adalah memberikan edukasi (pembinaan) ke masyarakat termasuk individunya. Pembinaan pribadi seperti Rasulullah Saw membina para sahabat-sahabatnya di Darul Arqam. Sedangkan pembinaan masyarakat dengan menyebarkan opini, baik lisan maupun tulisan, baik dalam jumlah banyak atau sedikit. Opini yang mengupas tuntas tentang Islam sebagai jalan hidup, Islam sebagai problem solving, Islam sebagai idealisme hidup, serta menghancurkan segala opini yang bertentangan dengan Islam. Ayuk kita gabung dengan barisan para pengemban dakwah biar virus galau segera kita halau. Wataw![LBR]
BOX
Tips Anti Galau
Kata orang bijak “Lebih Baik Mencegah Daripada Mengobati”, ya memang idealnya begitu. Berikut tips praktis kalau si galau sudah menyerang kita:
- Sadarkan diri bahwa kita ini akan diuji oleh Allah dengan masalah yang datang kepada kita, sebagai ujian ‘cinta’ alias keimanan kita kepada Allah. So, stay cool, calm, and confident!
- Sertakan sikap sabar dan syukur, ketika masalah itu datang, karena masalah itu akan mendewasakan kita. Nikmatin aja sambil cari solusinya.
- Kalo merasa memang harus curhat, carilah tempat curhat yang tepat, jangan membiasakan diri curcol di arena publik macam facebook atau twitter. Cobalah cari teman, atau datangi tempat yang bisa ‘menasehati’ kita, karena temannya orang yang sedang galau adalah kesendiriannya, dia merasa sendiri dalam menghadapi hidup.
- Selalu tanamkan positif thinking. Pertama, positif thinking pada Allah SWT, karena Allah sesuai dengan persangkaan/mindset hambanya. Kedua, positif thinking pada diri sendiri, karena seorang muslim yang baik adalah yang “bermanfaat” bagi orang di sekitarnya.
- Segera cari sarana atau wahana yang bisa membuat kita memiliki idealisme Islam, yakni tempat-tempat kajian Islam, setelah itu istiqomahlah di dalamnya
So, bakarlah semangatmu untuk belajar sekarang juga, jangan ditunda!
Sumber: http://drise-online.com/
0 komentar:
Posting Komentar