Kita yang hari ini adalah kita yang paling tepat untuk diri kita, karena pengalaman-pengalaman kita, proses pembelajaran kita dan keseluruhan hal yang kita ketahui didalam kehidupan hingga hari ini, itulah yang telah membentuk diri kita.
Saya, dan saya rasa anda juga tentunya, mungkin pernah berkhayal menjadi seseorang yang luar biasa, dengan segala pemaknaan luar biasa didalam kepala anda, bisa jadi maknanya terkenal, kaya raya, pintar, dermawan, bijaksana, idola, shaleh, punya istri/suami cantik/gagah, bahkan mungkin gabungan dari semua itu, benar-benar luuaarrr biasa, apakah terbayang didalam kepala anda? Ketika anda membaca artikel ini, mungkin anda juga tengah senyum-senyum sendiri sekarang, karena kalau itu benar-benar terjadi pada diri anda, tentu anda akan sangat bahagia. Jalan-jalan di pertokoan, lalu ada orang-orang yang histeris mengejar anda untuk minta tanda tangan, setiap ada acara-acara sosial anda diundang sebagai tamu utama, kemana anda pergi tidak ada seorangpun yang tidak mengenali anda, kalau anda berjalan bersama istri/suami anda, maka berpasang-pasang mata akan cemburu dan berharap suami/istri anda adalah suami/istri mereka (oopss tunggu dulu, sepertinya agak berlebihan J).
Saya jadi ingat sesosok idola pop dunia, yupss Michael Jackson (MJ) , siapa yang tidak kenal?, saya rasa semua orang yang hidup didekade 90’an mengenal yang namanya MJ, mengidolakan dia dan berharap hidupnya seperti MJ, tetapi apakah MJ bahagia?. Kemana-mana MJ harus pergi sembunyi-sembunyi karena selalu saja ada fans atau paparazi yang menguntitnya, terkadang harus menyamar, bahkan pernah sekali waktu dia ketahuan menggunakan pakaian wanita ketika berjalan-jalan di Arab Saudi, dia tidak bisa pergi ke sebuah taman bermain dengan bebasnya, karena orang-orang pasti akan mengerubungi, sebagaimana semut mengerubungi gula, hampir keseluruhan kehidupan pribadinya ingin diketahui dan menjadi pembicaraan publik bahkan dia kehilanganprivacy nya. MJ benar-benar merasa tidak memiliki dirinya sendiri. Hal itu pula yang pernah terjadi pada seorang superstar era 70’an, yang kita kenal sebagai “King of Rock n Roll” Elvis Presley, yang pada akhirnya mengakhiri hidupnya dengan cara yang tragis ditengah ketertekanan oleh ketenarannya sendiri.
Apa yang kita lihat begitu menyenangkan pada orang lain, pada dasarnya belum tentu benar-benar menyenangkan ketika mengalaminya sendiri. Rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau daripada rumput dihalaman kita sendiri, orang bijak mengatakan demikian. Kita sering kali melihat hal-hal yang ada pada orang lain sebagai sesuatu yang menyenangkan, dan berharap kita dapat seperti itu. Yang punya kulit hitam, ingin kulitnya menjadi putih, berbagai cara dilakukan agar bisa mendapat kulit putih, sementara orang-orang berkulit putih (bule) sibuk berjemur agar kulitnya bisa lebih hitam, eksotis katanya. Yang hidup dikampung ingin sekali merasakan kehidupan kota, sementara orang-orang kota merindukan suasana kampung dalam kehidupan mereka. Orang-orang biasa berharap jadi orang terkenal dan menjadi idola, sementara yang sudah terkenal malah berharap dia tidak dikenali orang agar bisa bersikap seperti orang kebanyakan, capek terkenal katanya. Nah kalau sudah begitu manakah yang baik?.
Setiap kita diciptakan dengan keseluruhan potensi yang telah menyatu dengan diri kita. Kita yang hari ini adalah kita yang paling tepat untuk diri kita, karena pengalaman-pengalaman kita, proses pembelajaran kita dan keseluruhan hal yang kita ketahui didalam kehidupan hingga hari ini, itulah yang telah membentuk diri kita. Kita belum pernah belajar untuk jadi orang lain, kitapun belum pernah punya pengalaman untuk menjadi orang lain, dan sejarah yang kita catat dalam kehidupan kita pun sejarah kita sendiri, bukan sejarah orang lain. Oleh karenanya menerima diri kita apa adanya sembari terus menjadikannya lebih baik adalah pilihan yang paling tepat dan masuk akal, kalaupun kita ingin seperti orang lain, maka kita harus belajar mulai hari ini untuk dapat menjadi lebih baik dari diri kita yang sekarang, dan nantinya yang kita bentuk dari kita adalah “orang lain” dalam versi kita, dan itu tetaplah diri kita, oleh karenanya dari pada sibuk menjadikan diri kita sebagaimana orang lain, maka lebih baik menjadikan diri kita sebagai diri kita yang terbaik, diri kita dengan potensi paling maksimalnya dan diri kita yang paling membanggakan dalam versi kita.
Menjadi diri kita sendiri berarti menerima keberadaan kita dengan segenap potensinya, menerima kelebihan dan kekurangannya, menerima kecerdasan dan mungkin kebodohannya, menerima kesuksesan yang pernah diraih dan juga kegagalan yang pernah dialami, karena memang itulah diri kita sebenarnya. Sembari menerima itu semua, kita juga punya tanggungjawab besar untuk memberikan kebanggaan bagi diri kita, alat ukurnya bukanlah orang lain, alat ukurnya adalah apakah anda telah menjadi lebih baik dari diri anda yang kemarin, karena jika alat ukurnya orang lain, bisa jadi apa yang anda raih hari ini bukanlah sesuatu yang membanggakan, tetapi jika itu adalah sesuatu yang lebih baik dari diri anda yang kemarin, maka itu tetaplah sebuah capaian keberhasilan. Kesuksesan bagi seseorang belumlah tentu bernilai kesuksesan bagi orang lain, maka mengukur diri dengan ukuran diri kita adalah jauh lebih baik dari pada mengukur diri dengan menggunakan ukuran orang lain, apalagi yang tidak sepadan dengan anda. Bukankan anda tidak akan mau menggunakan pakaian yang tidak sesuai dengan gaya anda?, karena bisa jadi membuat anda benar-benar merasa tidak nyaman, karena itu “bukan gue banget...”.
#Semoga kebahagian, kedamaian dan keberlimpahan selalu menyertai kita semua.
Saya, dan saya rasa anda juga tentunya, mungkin pernah berkhayal menjadi seseorang yang luar biasa, dengan segala pemaknaan luar biasa didalam kepala anda, bisa jadi maknanya terkenal, kaya raya, pintar, dermawan, bijaksana, idola, shaleh, punya istri/suami cantik/gagah, bahkan mungkin gabungan dari semua itu, benar-benar luuaarrr biasa, apakah terbayang didalam kepala anda? Ketika anda membaca artikel ini, mungkin anda juga tengah senyum-senyum sendiri sekarang, karena kalau itu benar-benar terjadi pada diri anda, tentu anda akan sangat bahagia. Jalan-jalan di pertokoan, lalu ada orang-orang yang histeris mengejar anda untuk minta tanda tangan, setiap ada acara-acara sosial anda diundang sebagai tamu utama, kemana anda pergi tidak ada seorangpun yang tidak mengenali anda, kalau anda berjalan bersama istri/suami anda, maka berpasang-pasang mata akan cemburu dan berharap suami/istri anda adalah suami/istri mereka (oopss tunggu dulu, sepertinya agak berlebihan J).
Saya jadi ingat sesosok idola pop dunia, yupss Michael Jackson (MJ) , siapa yang tidak kenal?, saya rasa semua orang yang hidup didekade 90’an mengenal yang namanya MJ, mengidolakan dia dan berharap hidupnya seperti MJ, tetapi apakah MJ bahagia?. Kemana-mana MJ harus pergi sembunyi-sembunyi karena selalu saja ada fans atau paparazi yang menguntitnya, terkadang harus menyamar, bahkan pernah sekali waktu dia ketahuan menggunakan pakaian wanita ketika berjalan-jalan di Arab Saudi, dia tidak bisa pergi ke sebuah taman bermain dengan bebasnya, karena orang-orang pasti akan mengerubungi, sebagaimana semut mengerubungi gula, hampir keseluruhan kehidupan pribadinya ingin diketahui dan menjadi pembicaraan publik bahkan dia kehilanganprivacy nya. MJ benar-benar merasa tidak memiliki dirinya sendiri. Hal itu pula yang pernah terjadi pada seorang superstar era 70’an, yang kita kenal sebagai “King of Rock n Roll” Elvis Presley, yang pada akhirnya mengakhiri hidupnya dengan cara yang tragis ditengah ketertekanan oleh ketenarannya sendiri.
Apa yang kita lihat begitu menyenangkan pada orang lain, pada dasarnya belum tentu benar-benar menyenangkan ketika mengalaminya sendiri. Rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau daripada rumput dihalaman kita sendiri, orang bijak mengatakan demikian. Kita sering kali melihat hal-hal yang ada pada orang lain sebagai sesuatu yang menyenangkan, dan berharap kita dapat seperti itu. Yang punya kulit hitam, ingin kulitnya menjadi putih, berbagai cara dilakukan agar bisa mendapat kulit putih, sementara orang-orang berkulit putih (bule) sibuk berjemur agar kulitnya bisa lebih hitam, eksotis katanya. Yang hidup dikampung ingin sekali merasakan kehidupan kota, sementara orang-orang kota merindukan suasana kampung dalam kehidupan mereka. Orang-orang biasa berharap jadi orang terkenal dan menjadi idola, sementara yang sudah terkenal malah berharap dia tidak dikenali orang agar bisa bersikap seperti orang kebanyakan, capek terkenal katanya. Nah kalau sudah begitu manakah yang baik?.
Setiap kita diciptakan dengan keseluruhan potensi yang telah menyatu dengan diri kita. Kita yang hari ini adalah kita yang paling tepat untuk diri kita, karena pengalaman-pengalaman kita, proses pembelajaran kita dan keseluruhan hal yang kita ketahui didalam kehidupan hingga hari ini, itulah yang telah membentuk diri kita. Kita belum pernah belajar untuk jadi orang lain, kitapun belum pernah punya pengalaman untuk menjadi orang lain, dan sejarah yang kita catat dalam kehidupan kita pun sejarah kita sendiri, bukan sejarah orang lain. Oleh karenanya menerima diri kita apa adanya sembari terus menjadikannya lebih baik adalah pilihan yang paling tepat dan masuk akal, kalaupun kita ingin seperti orang lain, maka kita harus belajar mulai hari ini untuk dapat menjadi lebih baik dari diri kita yang sekarang, dan nantinya yang kita bentuk dari kita adalah “orang lain” dalam versi kita, dan itu tetaplah diri kita, oleh karenanya dari pada sibuk menjadikan diri kita sebagaimana orang lain, maka lebih baik menjadikan diri kita sebagai diri kita yang terbaik, diri kita dengan potensi paling maksimalnya dan diri kita yang paling membanggakan dalam versi kita.
Menjadi diri kita sendiri berarti menerima keberadaan kita dengan segenap potensinya, menerima kelebihan dan kekurangannya, menerima kecerdasan dan mungkin kebodohannya, menerima kesuksesan yang pernah diraih dan juga kegagalan yang pernah dialami, karena memang itulah diri kita sebenarnya. Sembari menerima itu semua, kita juga punya tanggungjawab besar untuk memberikan kebanggaan bagi diri kita, alat ukurnya bukanlah orang lain, alat ukurnya adalah apakah anda telah menjadi lebih baik dari diri anda yang kemarin, karena jika alat ukurnya orang lain, bisa jadi apa yang anda raih hari ini bukanlah sesuatu yang membanggakan, tetapi jika itu adalah sesuatu yang lebih baik dari diri anda yang kemarin, maka itu tetaplah sebuah capaian keberhasilan. Kesuksesan bagi seseorang belumlah tentu bernilai kesuksesan bagi orang lain, maka mengukur diri dengan ukuran diri kita adalah jauh lebih baik dari pada mengukur diri dengan menggunakan ukuran orang lain, apalagi yang tidak sepadan dengan anda. Bukankan anda tidak akan mau menggunakan pakaian yang tidak sesuai dengan gaya anda?, karena bisa jadi membuat anda benar-benar merasa tidak nyaman, karena itu “bukan gue banget...”.
#Semoga kebahagian, kedamaian dan keberlimpahan selalu menyertai kita semua.
Sumber: www.klikpositif.com
0 komentar:
Posting Komentar