Jumat, 28 Februari 2014

Awal~

Aku, inilah aku. Seseorang yang berjalan di antara peristiwa dan kenangan-kenanganku.
Akulah orang yang terus, tiada henti, mengalir menuju semua kenangan-kenanganku. Hidupku bergerak dari titik terjauh menuju pada satu titik kenangan, pada setiap musim yang mengirim hujan dalan lembar-lembar waktu yang terurai resah.

Saat ini, aku sedang berada di sebuah perpustakaan kota, diantara orang-orang yang sedang tenggelan alam kesibukannya masing-masing dengan hening dan suara hujan yang bergemericik. Aku merenung, menatap nanar diantara ratusan buku yang tertata rapi di raknya masing-masing. Tak pernah membayangkan, jika sebuah kenangan kecil, ternyata adalah tanda besar bagi masa depanku. Kenangan yang tergores hanya dari sebuah senyuman kecil seorang gadis remaja yang sedang merasakan kebahagiannya bersama mereka, orang-orang yang dia sayang.

Kala itu ketika aku tepat berumur 17 tahun, aku sangat senang, aku bersyukur bisa berada di antara mereka, mereka yang mampu mewarnai hidupku dengan canda, tawa, tangis, dan amarah yang mereka ciptakan, serta dia, pasokan semangatku yang hingga lima tahun ini masih membuat hariku penuh tanda tanya dengan kejutan-kejutan kecil darinya.

Tiba-tiba di antara gemericik hujan, dengan bahagianya terdengar bunyi ponselku yang mengagetkan lamunanku, dengan seragam putih abu-abu yang masih melekat di tubuhku aku pun menggapai benda mungilku itu.

Aku tercengang ketika melihat layar ponselku, sosok yang selama ini aku kagumi mengirim sebuah pesan singkat. Tanpa pikir panjang aku pun langsung membukannya. Hanya ada dua kata sapaan yang tertulis "Hai, Hati?" dengan bumbu emoticon senyum setelahnya. Tiba-tiba sosok yang lima tahun ini namanya masih tetap tersimpan rapi di kalbuku dan telah menjamah ruang rinduku (lagi-lagi) membuatku tersenyum.
Dengan semangat empat lima aku membalas pesan singkat itu.
"Iya Lut, ada apa? :)"

Setelah aku pencet tombol send dan centang dua sudah ada di layar ponselku, tiba-tiba terbayang wajah Mulut, terbayang senyumnya yang bisa membuatku ikut tersenyum, tawanya, suara khasnya yang cenderung  ngebass dan semua tentangnya.

Dalam hati aku berpikir, mimpi apa aku semalam hingga sosok magisku ini tiba-tiba mengirimku pesan singkat, aku kira dia sudah melupakan pengagum rahasianya, aku  kira dia telah melupakan sosok yang meyebutnya sebagai pasokan semangat, aku kiraaa...

Ponselku bergetar lagi, tanda ada pesan singkat masuk yang (lagi-lagi) mengagetkanku. Ya, itu pesan singkat dari Mulut. Dia bertanya bagaimana kabarku, dan lebih mengagetkannya lagi, dia masih ingat jikalau hari ini aku tepat berusia tujuh belas tahun. Dan kita pun tenggelam dalam percakapan kecil dalam pesan singkat itu, hingga akhirnya, entah ada angin putih dari mana, dia mengajakku bertemu,  hariku yang ke-17 pun menjadi alasannya. Tanpa berpikir panjang, aku pun mengiyakan ajakannya.

Perlu gambaran panjang, mengapa sosok yang selama ini kugambarkan sebagai langit-langitku, yang jarang, bahkan tak pernah menggunakan ponselnya dengan baik, tiba-tiba mengirimku pesan singkat, tiba-tiba bisa tenggelam dalam canda tawa melalui ponsel, tiba-tiba menjadi sosok yang seratus delapan puluh derajat berbeda dengan ia yang kukenal dulu, dan tiba-tiba semua yang (dulu) hanya bisa kubayangkan menjadi nyata. Inikah yang disebut indah pada waktunya? Inikah hasil dari perjuanganku selama ini? Tapi belum, ini semua masih awal, awal dari keindahan itu, awal untuk menuju keindahan, awal untuk mencairkan es yang selama ini masih beku. Ya ini awal, ternyata kenanganku dulu, merupakan tanda dari kebahagiaanku.

Hai awal, aku menunggumu di keindahan.
Dari sosok yang menunggu keindahan tiba

~Wind

1 komentar:

  1. hmm.. masih ragu dengan sosok itu. masih berfikir dialah kenangan dalam kehindahanmu. aku hanya bisa berdoa kawan. semoga dia (mulut) adalah seseorang yang kuharapkan sekian lama bersamamu. semoga WnD~

    BalasHapus